Membongkar Kedok Teroris

Catatan:

Ini adalah resume kajian Membongkar Kedok Teroris yang mengatasnamakan Islam & sikap Ahlussunnah terhadap Pemerintah serta anjuran untuk berpegang teguh dengan Alqur’an dan as-sunnah bersama Al Ustadz Muhammad Umar Al Sewed hafizahullohu di Masjid Mujahidin Slipi – Jakarta Barat. Jika ada ketidaksempurnaan maka itu adalah sebuah kewajaran, karena ana mencatat apa yang beliau sampaikan sesuai kemampuan.

A. Khawarij dan Asal Mulanya

  1. Asal mula munculnya Firqah ini adalah ketika Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam membagikan rampasan perang kepada 4 (empat) orang Quraisy lalu datang seseorang bernama Dzul Khuwaisiroh dengan wajah marah dan lantas menuduh Beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam berbuat tidak adil.
  2. Sebagian sahabat bergegas ingin membunuh orang ini, namun dengan bijaknya Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam melarang lantas berkata, “Akan muncul dari orang ini keturunan-keturunan (pengikut) yang semisal”
  3. Dengan adanya fitnah Dzul Khuwaisiroh ini maka timbul pula kesan bahwa:
    • Dzul Khuwaisiroh tidak percaya bahwa Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam adalah utusan Alloh.
    • Dzul Khuwaisiroh tidak percaya bahwa Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam tidak berbicara karena hawa nafsu.

B. Ciri-ciri Khawarij
Ciri-ciri khawarij antaralain:

  1. Mengkafirkan Kaum Muslimin
  2. Membaca Al Qur’an tidak sampai pada kerongkongan (tidak menyerap tafsir dan maknanya)
  3. Membunuhi Kaum Muslimin
  4. Membiarkan orang-orang kafir
  5. Muda umurnya dan dalam keadaan bodoh (dangkal ilmunya) lantas berbicara dengan ucapan-ucapan Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam namun iman mereka tidak sampai pada kerongkongan. Adapun makna “muda umurnya” ialah:
    • Nafsu kepada dunia besar. Seperti Dzul Khuwaisiroh yang menuduh Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam tidak adil karena masalah ghanimah (rampasan perang)
    • Semangat untuk mengejar wanita.
  6. Semangat beribadah mereka, baik sholat, puasa maupun membaca Al Qur’an, jauh melebihi kita kaum Muslimin pada umumnya. Akan tetapi, khususnya dalam hal membaca Al Qur’an, mereka seringkali mengeluarkan dalil-dalil untuk membenarkan hujjah-nya namun mereka tak sadar bahwa justru dalil tersebut menyalahkan mereka
  7. Sebagian dari mereka memiliki ciri fisik tidak memiliki lengan namun ada daging menonjol seperti “buah dada” wanita dan memiliki rambut berwarna putih


Tentang ciri Khawarij ini, sahabat Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu juga memberikan gambaran sebagai berikut:

  1. Tidak ada seorang pun dari mereka yang berasal dari kalangan sahabat, sehingga tidak ada satupun yang pernah bertemu dengan Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam
  2. Tebal jidat dan telapak tangannya karena banyak sholat
  3. Badan kurus dan kulit menguning karena banyak puasa
  4. Membahas suatu perkara secara berlebihan. Sebagai contoh, mereka mempelajari bahasa Arab namun bukan untuk tujuan memahami Al Qur’an dan Sunnah, melainkan untuk mempelajari sastra Arab

C. Bagaimana Kita Menyikapi Khawarij ?
Ketahuilah bahwasannya khawarij itu adalah: (1). Anjing-anjing neraka dan (2). Sejelek-jeleknya makhluk. Ini adalah tahdzir (peringatan) akan bahaya penyimpangan khawarij,
Kita diharuskan untuk tidak memberikan tempat kepada orang-orang yang sudah jelas merupakan teroris maupun khawarij dan kepada mereka tidak ada basa-basi.
Kelompok yang paling jahat terbagi dua yakni: (1). Khawarij dan (2). Syi’ah.

Khawarij adalah kaum yang mendapat laknat Alloh, Para Malaikat dan semua manusia. Mereka memang lebih bagus dalam hal sholat, puasa, ibadah, ucapan-ucapan dan membaca Al Qur’an. Perlu diketahui, mereka khusyu di dalam sholat tetapi dibuat-buat, karena orang yang khusyu di dalam sholat tidak akan membunuh kaum Muslimin. Mereka juga membaca Al Qur’an namun hanya untuk sekedar membagus-baguskan bacaannya saja (misalnya melagukan).

Beberapa Permasalahan Penting dan Perlu Diketahui
Berikut adalah beberapa permasalahan yang perlu diketahui oleh kita dan merupakan resume dari sesi tanya jawab bersama Al Ustadz hafizahullohu:

  1. Kewajiban membayar pajak, gunakan kaidah mentaati penguasa sekalipun ia berbuat zhalim sampai memukul kita sekalipun.
  2. Kelompok yang membicarakan pemerintah, untuk menghukum mereka sebagai khawarij ada tahapan-tahapannya. Disamping itu ada juga yang demikian namun tidak berniat untuk menghimpun masyarakat untuk memberontak.
  3. Sururi tidak bermanhaj salaf, melainkan bermanhaj sururi. Kasus yang terjadi di negeri kita yakni Aman Abdurrahman menterjemahkan buku “Kafirnya Daulah Su’udiyah” yang isinya mengkafirkan daulah Saudi.
  4. Firqah Khawarij di negeri ini terbagi menjadi: Jama’ah Islamiyah (JI), Jama’atul Muslimin (Jamus), LDII dan NII (terpecah-pecah, dan salah satunya adalah NII KW9).
  5. Beda sururi dengan khawarij, berikut adalah beberapa catatan atas perkara ini:
    • Sururi nisbat kepada seorang tokoh bernama Muhammad Surur Zainul Abidin yang asalnya memiliki pemahaman khawarij, akan tetapi ia memiliki pemikiran baru yakni menggabungkan (mengayomi) dan mengakrabkan semua kelompok
    • Mengakrabkan ini bisa dibenarkan bila memiliki tujuan untuk mengembalikan mereka ke jalan kebenaran yakni mengikuti manhaj as salafus sholih.
    • Cara sururiyah mengayomi atau mengakrabkan itu antaralain:
      1. Ambil manhaj salaf
      2. Ambil semangat jihad kaum ekstrimis
      3. Ambil semangat jama’ah tabligh
      4. Ambil rapatnya barisan ikhwanul muslimin
    • Al Ustadz hafizahullohu sedikit membahas tentang bagaimana keberadaan Asy Syaikh Ali Hasan saat ini, beliau berkata bahwa Syaikh saat ini dalam keadaan dikritik khususnya menyangkut pemikiran yang mengarah kepada sururiyah, adapun ulama yang mengkritiknya diantaranya Syaikh Bazmul.
  6. Perbuatan bid’ah secara perlahan dapat mengantarkan pelakunya kepada kekufuran.

Itu sajalah resume atau catatan-catatan yang bisa diambil dari majelis ilmiah bersama Al Ustadz Muhammad Umar Al Sewed. Semoga bermanfaat bagi kita semua…amin. Bagi antum yang ingin share dipersilakan, namun ini hanya resume singkat, bukan catatan lengkap.

Sumber :
http://www.facebook.com/notes/aditya-al-indunisy/membongkar-kedok-teroris/186836219216b

Risalah Dakwah Manhaj Salaf

Muqadimah

Pemahaman dan pengamalan umat Islam terhadap sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam semakin hari makin terkikis. Banyak di antara mereka yang masih mengaku sebagai muslim, namun dalam kenyataannya justru asing dengan ajaran yang datang dari nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam masalah ibadah, mereka banyak meninggalkan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan melakukan amalan-amalan yang tidak diperintah oleh beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula dalam kehi-dupan sehari-harinya, tidak tampak identitas mereka sebagai seorang muslim. Hal itu dikarenakan banyak di antara mereka yang meninggalkan sunnah Rasulnya dan mengikuti ajaran-ajaran yang justru tidak disyari’atkan-nya.

Bahkan muncul pula aliran-aliran yang dengan terang-terangan menolak sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai asas kedua dari ajaran Islam, seperti Qur’aniyyun, Ingkarus Sunnah, Jaringan Islam Liberal (JIL) dan lainnya. Bukan hanya menolak sunah Rasul-nya, mereka bahkan mengolok-olok sunnah nabinya, termasuk mengolok-olok mereka yang berusaha melaksanakannya dengan konsekuen.
Hal yang demikian terjadi karena agama ini telah menjadi sesuatu yang asing di hadapan mereka. Rasulullah pun shallallahu ‘alaihi wasallam telah mensinyalir keadaan ini dalam sabdanya:

إنَّ اْلإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ غَرِيْبًا كَمَا بَدَأَ، فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ. (رواه مسلم)

Sesungguhnya pada awalnya Islam itu asing, dan akan kembali asing seperti awal-nya, maka beruntunglah orang-orang yang asing. (HR. Muslim)

Keharusan Mengagungkan Sunnah
Dari sinilah perlunya seorang muslim dan para da’i untuk senantiasa mengamalkan dan menyebarkan sunah-sunnah rasulnya di kalangan umat Islam. Sudah selayaknya pula mereka mempunyai tanggung jawab untuk memahamkan umatnya dari keterkikisan pemahaman dan pengamalan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang makin memprihatinkan. Hal itu perlu agar umat mengenal kembali dan mengamalkan ajaran-ajaran yang telah datang kepada mereka. Karena pada hakekatnya Islam adalah sunnah, sunnah adalah Islam dan tidak akan tegak salah satunya kecuali dengan menegakkan yang lainnya, sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Barbahari dalam Syarhu Sunnah-nya.

Sunnah harus kembali ditegakkan dan diagungkan di tengah-tengah umat, hingga mereka akhirnya akan menjadikan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi kecintaan kepada siapapun. Karena tidaklah sempurna iman seseorang, hingga ia mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melebihi kecintaan terhadap siapapun. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

لا َ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبُّ إَلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجمَعِيْنَ. (متفق عليه)

Tidaklah beriman seseorang di antara kalian, hingga aku lebih dicintai olehnya dari pada bapak-bapaknya, anak-anaknya dan manusia keseluruhannya. (Muttafaq ‘alaihi)

Wujud kecintaan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan mentaati seluruh perintah-perintahnya dan menjauhi seluruh larangan-larangannya. Sehingga seseorang yang benar-benar mencintai Rasulllah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah mereka yang taat kepadanya. Demikian pula sebalik-nya, jika seseorang mengaku mencintai Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan tetapi tidak mentaati beliau, maka pengakuan ini adalah pengakuan yang dusta.
Allah telah mengutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada manusia agar menjelaskan apa-apa yang turun kepada mereka (berupa wahyu) dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Memberikan petunjuk kepada mereka ke jalan yang lurus. Oleh karena itu wajib bagi seluruh manusia untuk mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan mentaatinya.
Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ… النساء: 59

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. (an-Nisa’: 59)

Ketaatan terhadap sunah atau ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan salah satu tonggak ajaran Islam. Barangsiapa yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadat, maka wajib baginya untuk senantiasa mentaati seluruh ajaran yang telah diberikan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya dan menjauhi seluruh larangannya. Allah menegaskan perintah ini pada ayat-Nya yang mulia:

…وَمَا ءَآتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا… الحشر: 7

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi-mu, maka tinggalkanlah. (al-Hasyr: 7)

Ketaatan kepada Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bersifat mutlak. Hal ini berbeda dengan ketaatan terhadap ulil amri atau yang lainnya. Kita mentaati mereka, jika ketaatan tersebut tidak keluar dari ketaatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan sesuatu, maka tidak ada pilihan lain bagi kita kecuali melaksanakan perintahnya. Demikian pula jika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam melarang sesuatu, maka wajib bagi kita untuk meninggalkannya.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً مُبِينًا. الأحزاب: 36

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang muk-min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (al-Ahzab: 36)

Demikian pula haram hukumnya bagi kita mendahulukan perkataan, pendapat atau pemikiran seseorang –siapapun dia- di atas perkataan dan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan mengeraskan suara di atas suara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun merupakan perbuatan terlarang. Allah tegaskan hal ini dalam firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ. الحجرات: 1

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-Hujuraat: 1)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلاَ تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لاَ تَشْعُرُونَ. الحجرات: 2

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian melebihi suara Nabi, dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kalian terhadap sebagian yang lain, supaya tidak terhapus (pahala) amalan kalian , sedangkan kalian tidak menyadari. (al-Hujuraat: 2)

Jawaban bagi seorang mukmin tatkala telah datang kepadanya perintah dan larangan Rasulnya adalah “Kami mendengar dan taat”, sebagaimana Allah telah menerangkan dalam firman-Nya:

ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ. ¬ البقرة: 285

Rasul telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Rabb-nya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta’at.” (Mereka berdo’a): “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah: 285)

Sikap Salafus Shalih Pengagungan Terhadap Sunnah
Diriwayakan dari Irbadl bin Sariyah, telah berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَالسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ مِنْ بَعْدِي عَضُّوْا عَلَيْهَا بِانَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. (رواه أبو داود والترمذي وابن ماجه)

Aku wasiatkan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah azza wa jalla. Mendengar dan taatlah sekalipun yang memerintahkan kepada kalian seorang hamba. Karena sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang masih hidup, maka ia akan menjumpai perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnah khalifah yang terbimbing dan mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah ia dengan gigi geraham kalian, dan berhati-hatilah terhadap hal-hal yang baru, karena sesungguhnya seluruh bid’ah adalah sesat. (HR. Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Berkata Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu: “Janganlah engkau meninggalkan satu amalan pun yang Rasulullah melakukan amalan tersebut, kecuali engkau beramal dengannya. Sungguh aku sangat khawatir, jika engkau meninggalkan amalan yang diperintahkan oleh Rasulullah, maka engkau akan menyimpang”.

Berkata Ibnu Abbas rodhiallahu ‘anhuma: “Sungguh aku sangat khawatir hujan batu akan menimpa kalian, aku mengatakan: “Telah berkata Rasulullah”, sedangkan kalian mengatakan: “Telah berkata Abu Bakar dan Umar”.

Berkata Umar bin Abdul Aziz : “Janganlah engkau berpaling kepada seseorang, padahal bersamaan dengan itu telah ada sunnah (ajaran) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”.

Berkata imam Adz-Dzahabi: “Jika engkau melihat ahlul kalam berkata: “Tinggalkan kami dari al-Qur’an dan hadits-hadits ahad, dan berikan kepada kami akal”, ketahuilah bahwasanya ia adalah Abu Jahal. Dan jika engkau melihat seorang sufi berkata: “Tinggalkan kami dari naql dan akal, dan berikan kepada kami perasaan dan kecintaan”, ketahuilah bahwa Iblis telah menampakkan dalam bentuk manusia atau ia telah menyatu dengannya. Jika engkau takut kepadanya, menghindarlah. Tapi jika engkau tidak takut, bantinglah ia dan dekaplah dalam dadamu dan bacakanlah padanya ayat kursi dan cekiklah (lehernya)”.

Ketika imam Syafi’i ditanya tentang satu masalah dan beliau menjawab dengan menyebutkan riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata seorang penanya: “Wahai Abu Abdillah, engkau berkata dengannya?”. Maka beliau bergetar dan menggigil (badannya) dan bergoncang seraya berkata: “Wahai demi bumi yang menjadi hamparanku dan langit yang menaungiku, jika aku telah meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam satu hadits, maka aku tidak berkata dengannya? Ya, wajib bagiku untuk mendengar dan memperhatikannya”.

Berkata Imam Al-Barbahari: “Jika engkau melihat seorang lelaki mencela hadits-hadits, menolak, atau menghendaki selainnya, maka ragukanlah keislamannya. Dan tidak diragukan lagi jika ia adalah ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu) dan ahlul bid’ah”.

Berkata: Abul Qasim al-Ashbahani: “Telah berkata ahlus sunnah dari kalangan salaf: “Jika seorang lelaki mencela atsar-atsar (hadits), maka sepantasnya untuk diragukan keislamannya””.

Dan berkata Imam Ahmad bin Hambal: “Barangsiapa yang menolak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka ia telah berada pada jurang kehancuran”.

Khatimah
Demikianlah begitu urgensinya kedudukan pengagungan terhadap sunnah-sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga para ulama meragukan keislaman bagi mereka yang menolak sunnah, mengolok-olok, meragukan atau mencelanya. Demikian pula Allah telah mengancam mereka dengan adzab yang pedih pada hari kiamat nanti (selengkapnya baca risalah Manhaj salaf edisi 10).

Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban bagi kaum muslimin untuk senan-tiasa berupaya meniti jalan di atas manhaj dan jalan yang telah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tunjukkan kepada kita semua. Sudah semestinya kita berusaha sesuai dengan kemampuan kita untuk mengamalkan sunnah serta mendukung dan berwala’ kepada mereka yang mengamalkan sunnah tersebut. Perbanyaklah istighfar (meminta ampun) kepada Allah atas kekurangan-kekurangan kita dalam menjalankan seluruh perintah-perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menjauhi larangan-larangan beliau.

Wallahu a’lam.
__________________
Maraji’:
1. Ta’dhimus Sunnah, Abdul Qayyum bin Mu-hammad bin Nashir.
2. Syarhus Sunnah, Imam Al-Barbahari.
3. Al-Firqatun Najiyyah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zaenu.

sumber : Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 12/Th I (Pengagungan Terhadap Sunnah) oleh Ahmad Fauzan

taubat nasuha

taubat nasuha harus memenuhi tiga syarat taubat.

tiga syarat ini disimpulkan oleh para ulama dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pertama, harus menyesali perbuatan tersebut.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

النَّدَمُ تَوْبَةٌ

“Sesungguhnya penyesalan itu adalah taubat.”


Kedua, melepaskan diri dan menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari perbuatan yang seperti itu.

Tidak lagi mengulangi maupun mendekati apa-apa yang akan menyeret dan mengantar kepada perbuatan dosa apapun terlebih dari perbuatan yang dimintanya untuk bertaubat.

Ketiga, kemudian ber-’azam/ bertekad kuat untuk tidak mengulangi kembali perbuatannya tersebut.

Juga beristighfar kepada Allah, memohon ampunan-Nya. Dalam hal ini ada hadits Abu Bakr Ash-Shiddiq tentang disyariatkannya seseorang yang telah melakukan perbuatan dosa untuk shalat dua rakaat lalu memohon ampunan kepada Allah.